Dengan rendah hati aku
mengakui; aku adalah bayi semua bangsa dari segala jaman, yang telah lewat dan
yang sekarang. Tempat dan waktu kelahiran, orangtua, memang hanya satu
kebetulan, sama sekali bukan sesuatu yang keramat.
Sepandai-pandai ahli
yang berada dalam kekuasaan yang bodoh ikut juga jadi bodoh, Tuan.
Juga cinta, sebagaimana
halnya dengan setiap benda dan hal, mempunyai bayang-bayang. Dan bayang-bayang
cinta itu bernama derita. Tak ada satu hal pun tanpa bayang-bayang, kecuali
terang itu sendiri.
Jangan kau kira bisa
membela sesuatu, apalagi keadilan, kalau tak acuh terhadap azas, biar
sekecil-kecilnya pun.
Betapa aneh kalau
setiap kemuliaan dilahirkan di atas kesengsaraan yang lain.
Belajar berdiri
sendiri! Jangan hanya jual tenaga pada siapapun! Ubah kedudukan kuli jadi
pengusaha, biar kecil seperti apa pun; tak ada modal? Berserikat, bentuk modal!
Belajar kerjasama! Bertekun dalam pekerjaan!
Penghinaan yang bodoh
hanya akan memukul diri sendiri.
Kau pribumi terpelajar!
Kalau mereka itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka itu
terpelajar. Kau harus, harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa
yang mereka tahu.
Pribumi Hindia, Jawa
khususnya, yang terus-menerus dikalahkan di medan perang selama ratusan tahun,
bukan saja dipaksa mengakui keunggulan Eropa, juga dipaksa merasa rendahdiri
terhadapnya. Sedang Eropa, yang melihat Pribumi tidak mengidap penyakit
rendahdiri nampak olehnya sebagai benteng perlawanan terhadapnya, yang juga harus
ditaklukkan.
Jangan remehkan satu
orang, apalagi dua, karena satu pribadi pun mengandung dalam dirinya
kemungkinan tanpa batas.
Jangan agungkan Eropa
sebagai keseluruhan. Di mana pun ada yang mulia dan jahat. Di mana pun ada
malaikat dan iblis. Di mana pun ada iblis bermuka malaikat, dan malaikat
bermuka iblis. Dan satu yang tetap abadi; yang kolonial, dia selalu iblis.
Kalau kau sudah
mengetahui akar keiblisan kolonial, kau dibenarkan berbuat apa saja
terhadapnya, kecuali bersekutu.
Tahu kau mengapa aku
sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam
ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari.
Setiap bangsa yang
terbelakang, dijajah oleh setiap dan semua yang lebih maju.
Ilmu pengetahuan modern
memberikan inspirasi dan nafsu untuk menguasai: alam dan manusia sekaligus. Tak
ada kekuatan lain yang bisa menghentikan nafsu berkuasa ini kecuali
ilmu-pengetahuan itu sendiri yang lebih unggul, di tangan manusia yang lebih
berbudi.
Semua yang dilahirkan
memulai hidup tanpa mempunyai sesuatu kecuali tubuhnya dan nyawanya sendiri.
Barangsiapa muncul di
atas masyarakatnya, dia akan selalu menerima tuntutan dari masyarakatnya;
masyarakat yang menaikannya, atau yang membiarkannya naik.
Dokter didatangkan dari
seluruh Jawa untuk menumpas. Pabrikgula besar tak boleh tumpas oleh cacar.
Modal harus tetap hidup dan berkembang. Orang boleh mati.
Kehidupan ini seimbang,
Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila.
Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia orang sakit.
Tidak seharusnya orang
mesti melihat keceriaan dan derita sebagai satu keseimbangan. Kan kehidupan
lebih nyata daripada pendapat siapa pun tentang kenyataan.
Dan pidato dalam
tulisan adalah seburuk-buruknya tulisan.
Pengarang yang baik, seyogyanya
dapat memberikan kegembiraan pada pembacanya, bukan kegembiraan palsu,
memberikan kepercayaan, hidup ini indah. Jangan pembaca itu dijejali dengan
penderitaan tanpa kepercayaan bahwa, seberat-berat penderitaan juga bisa
dilawan, dan begitu dilalui bukan saja hilang bobotnya sebagai penderitaan,
malah terasa sebagai lelucon. Berilah harapan pada pembaca Tuan. Menggiring
diri sendiri ke sarang cacar sama gilanya dengan takluk pada sang penderitaan.
Selama penderitaan datang dari manusia, dia bukan bencana alam, dia pun pasti
bisa dilawan oleh manusia.
Orang bisa percaya pada
segala yang tidak benar. Sejarah adalah pembebasan dari kepercayaan tidak
benar, perjuangan melawan kebodohan, ketidaktahuan.
Satu-dua keterangan
tidak benar di tangan seorang terpelajar akan bisa berkembang jadi kekacauan
umum.
Pada suatu kali kau
akan kecewa karena anggapanmu sendiri. Bukan dia yang menentukan ukuran. Dia
hanya seorang di antara berjuta manusia diatas bumi ini. Dan setiap orang di
antara yang berjuta punya hak berpendapat. Mengapa kau gusar? Mengapa kalau
orang punya pendapat lain daripada pendapatmu, perasaanmu terganggu? Dia juga
berhak punya pendapatnya sendiri.
Ada lagi orang
mempercayakan hidupnya pada kekuasaan kapital. Puluhan tahun ia kembangkan modal,
dari benih kecil jadi pohon beringin yang rimbun. Tiba-tiba diketahuinya modal
itu bukan miliknya yang syah, hanya hasil penipuan semata.
Dalam kehidupan orang
dibunuh oleh yang justru sangat mengenalnya. Dan orang-orang Aceh itu, berapa
banyak yang sudah dibunuh oleh orang Eropa yang justru tahu banyak tentang
mereka, bahkan tentang segala-galanya? Coba, siapa yang bikin dia miskin dan
terusir dari tanahnya? Orang-orang yang lebih tahu, lebih banyak tahu tentang
petani dan pertanian.
Lambat tapi pasti
sorak-soraiku sendiri dan dunia akan datangnya jaman modern hanya satu
kesia-siaan semata. Yang modern memang hanya alat-alatnya, dan caranya. Manusia
tetap, tidak berubah, di laut, darat, di kutub, dalam kekayaan dan kemiskinan
bikinan manusia sendiri.
Dan sepatu oleh
orang-orang sederhana ini dianggap telah mewakili kekuasaan Eropa, dianggap
senyawa dengan senapan dan miriam kompeni. Mereka lebih takut pada sepatu
daripada belati dan parang, pedang ataupun keris, tombak. Mereka sudah berhasil
dibikin sedemikian rendahnya, oleh bangsa Eropa, oleh pembesar-pembesar pribumi
sendiri. Mereka sudah sedemikian penakutnya, ketakutan sebagai pesangon dari
kekalahan terus-menerus selama tigaratus tahun di medan-perang menghadapi
peradapan Eropa.
Jarak berabad! Inilah
mungkin yang dikatakan oleh guru sejarah dulu: jarak sosial, boleh jadi juga
jarak sejarah. Dalam satu bangsa, dalam satu asal makan dan asal minum, di atas
satu negeri, bahkan dalam satu andong, bisa terjadi suatu jarak, belum atau
tidak disebrangi.
Yang dikatakan Modal
lebih daripada hanya uang. Sesuatu yang mujarad, abstrak, punya kekuasaan gaib
atas benda-benda nyata. Semua yang menyebabkan segala yang berpencaran
berkumpul, yang berkumpul berpencaran, yang cair jadi beku, yang beku
dicairkan. Segala berubah bentuk dalam genggamannya. Yang basah dia bikin
kering yang kering jadi basah. Dewa baru yang mengepal seluruh dunia.
Membosankan memang, tapi nyata. Produksi, dagang, tetesan keringat, angkutan,
hubungan, saluran, dan tak ada satu orang pun bebas dari satu kekuasaan,
pengaruh dan perintahnya. Dan, cara berpikir, cita-cita, dibenarkan atau tidak,
direstui atau tidak olehnya juga.
Kekuasaan yang tak
berasal dari limpahan modal tidak ada sekarang ini. Yang demikian hanya bisa
terjadi pada masyarakat pengembara di padang rumput, padang pasir, hutan
belantara, dan savanna. Sepandai-pandai orang, dan Stevenson manusia ulung abad
ini pun, takkan dapat berikan lokomotif pada dunia, kalau modal nihil. Hanya
dengan modal dia dapat perintah mendung menggerakan gerbong yang puluhan meter
panjang. Tanpa modal orang tak bisa perintah petir menghidupkan telegraf dan
telepon. Tanpa modal, pembesar-pembesar itu tinggal jadi wayang kulit tanpa
gapit.
Apa yang diajarkan oleh
guru-guruku kini terancam jungkirbalik oleh sang Modal. Semua ditaklukkan
olehnya juga; pribadi, masyarakat dan bangsa-bangsa. Yang tak mau takluk
menyingkir dan melarikan diri. Raja-raja, balatentara, Presiden Amerika
Serikat, Prancis, sampai pada pengemis didepan warung atau gereja, berada dalam
genggamannya. Bangsa-bangsa yang menolak kekuasaan modal akan mati merana dan
lumpuh tanpa daya. Masyarakat yang melarikan diri daripadanya akan menjadi
masyarakat jaman batu. Semua harus menerimanya sebagai kenyataan, suka atau
tidak.
Berbagai macam penduduk
akan pengaruh-mempengaruhi sampai-sampai pada dapurnya. Kau sendiri mungkin
sudah menyukai kecap, tahu, taoco, bakmi, bakso, hungkwee tanpa kau rasakan
lagi sebagai pengaruh penduduk bangsa lain. Bukan hanya pribumi disini, juga
bangsa-bangsa Eropa disana. Orang menggunakan sendok dan garpu, orang makan
spaghetti dan macaroni, juga pengaruh dapur Tionghoa. Semua yang menyenangkan
ummat manusia, semua yang mengurangi penderitaannya, kebosanannya, semua yang
mengurangi kepayahannya, di jaman sekarang ini akan ditiru oleh seluruh dunia.
Sekali suatu golongan
bangkit, suatu bangsa bangkit, kekuatannya takkan dapat dibendung lagi.
Seperti kapal ini.
Semua dibikin oleh tukang dan insinyur pandai. Mesin-mesinnya dibikin oleh
penemu-penemu mahapandai. Tapi semua itu milik sang Modal. Yang tak bermodal
hanya akan jadi kuli, tidak lebih, biar kepandaiannya setinggi langit, lebih
pandai dari dewa-dewa Yunani dan Romawi sekaligus.
Inikah jaman modern,
jaman kemenangan modal? Mesin dan penemuan baru ternyata tak bisa bicara
apa-apa. Manusia tetap yang dulu juga, ruwet dan pusing dengan nafsunya yang
sama dan itu-itu juga, seperti dijaman wayang dulu.
Sahabat dalam kesulitan
adalah sahabat dalam segala-galanya. Jangan sepelekan persahabatan.
Kehebatannya lebih besar daripada panasnya permusuhan.
Barangsiapa keluar dari
medan perang sebagai pemenang, kesulitan dan pekerjaan selebihnya akan terasa
encer dalam timbangan dan anggapan.
Orang rakus harta-benda
selamanya tak pernah membaca cerita, orang tak berperadaban. Dia takkan pernah
perhatikan nasib orang. Apalagi orang yang hanya dalam cerita tertulis.
Siapa bilang bukan
urusanku? Semua yang terjadi dibawah kolong langit adalah urusan setiap orang
yang berpikir. Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaaan dan
berpikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang memang
berjiwa kriminil, biar pun dia sarjana.