Senin, 17 Agustus 2015

Freedom is Expensive


Pagi ini acara tv memutar film-film perang Indonesia, mungkin biar rakyat makin nasionalis haha tapi gimana mau nasionalis kalo rakyatnya aja ditipu sejarah aslinya. Gue jadi inget kultwit @kurawa tahun lalu tentang sejarah asli kemerdekaan Indonesia, walau aslinya begitu tapi gue tetap salut dan bangga dengan bapak bangsa pada saat itu jadi gue bakal berbagi kisah ini walau sangat berisiko tapi ini penting karna rakyat sudah tidak mau dibodohi.

Kemerdekaan Indonesia ini “BELI” bukan karna pertempuran & proklamasi 17 agustus 45. Kita bisa ngebacot bebas hari ini karna bayar 4,5 Milyar Gulden sama Belanda dan baru lunas tahun 2003 lalu, jadi Freedom is Expensive. Biaya 4,5 milyar gulden itu untuk harga wilayah mana aja? Kalo dari peta Belanda saat itu sih diluar pulau Papua.. kalo Papua masuk lebih mahal. Makanya setelah Konferensi Meja Bundar dengan kesepakatan 4,5 milyar gulden dibayar Indonesia, Belanda masih minta Papua = sejarah Trikora.

Dulu.. Belanda berfikir “gpp gue lepas Indonesia dpt 4,5 milyar gulden.. karna rempong urus rakyatnya, cukup pegang Papua bisa kaya abadi” Belanda pokoknya mati2an harus pertahankan papua dari Indonesia, perang pun dijabanin.. mereka gak mau dibayar lagi untuk melepaskannya. Nah, disinilah hebatnya pemimpin kita saat itu, kalo dibayar gak mau juga terpaksa gue harus cari temen untuk bantu usir tuh kumpeni. Kalo yang lain pada kagum sama bambu runcing maka gue justru kagum dengan kemampuan negosiasi pemimpin kita saat itu.. lobby nya keren. Gak ada yang salah dengan kita membayar uang kemerdekaan, karena apapun harus kita tempuh unuk sebuah kebebasan. 4,5 milyar gulden itu nothing.

Balik lagi ke papua, Belanda ngotot mereka tau kalo perang lawan Indonesia aja mesin2 perang mereka jauh lebih unggul. Makanya dari pada kalah, lalu Indonesia minta tolonglah sama “Brother”nya kumpeni saat itu siapa lagi kalo bukan pakde Sam. Kalo Belanda malak uang 4,5 miliyar gulden, maka pakde sam ditanya kalo bantu apa neh bayarannya, doi cuma bilang kasih gue konsesi aja. Sebenernya uni soviet juga minat “bantu” Indonesia saat itu tapi.. Indonesia berfikir kalo kumpeni jauh lebih takut sama pakde Sam. Selain sesama anggota blok barat, ratu belanda dibisiki pakde sam: “Hai sista, belanda itu gak lebih luas dari hiroshima nagasaki yah? :D” walau ada pertempuran arafuru.. yah itu cuma seremonial aja bagi Belanda biar kalo mundur dari papuanya gak terlalu ketauan & diusir brother.

Disinilah awal berdirinya freeport bisa terus eksis sampai hari ini di bumi Papua.. Freeport itu “harga” sebuah kemerdekaan Papua bagi NKRI. Pakde sam gak mau dibayar pake doku.. selain dia sudah tau kalo Papua itu “Brankasnya Dewa” kalo gue cerita potensi ini bisa seminggu selesai. Apalagi saat Soeharto naik jadi presiden udeh dilindungi papua dilindungin pula jabatan doi sampe 32tahun kelak.. ini harga buat pakde sam.

Dalam perjanjian awalnya sih freeport emang 100% boleh ngeruk Papua tapi karna masalah HAM (kan doi mbahnya) dikasihani royalti secuil lah. Cerita ini emang abu-abu tapi yah gitu deh sesuatu yang agak merendahkan emang harus diabu-abukan jangan di ekspos takut anak2 sekolah gak nasionalis. Bayangkan kalo kisah merdeka Indonesia itu bayar 4,5 miliyar gulden masuk kurikulum sejarah sekolah.. apa nanti gak ada upacara bendera? -_-

Gue nulis gini bukan berarti gak nasionalis, justru gue bangga sama pemimpin kita dulu.. mereka top negosiator, kita salut. Kisah bambu runcing itu hoax terbesar yang pernah diajarkan bangsa ini kepada rakyatnya, makanya rakyat sedikit yang cerdas & banyak yang korupsi. Nyelesain masalah bisa lewat bambu runcing.. so akhirnya anak2 sekolah sekarang menyelesaikannya dengan tawuran, gak ada bambu batu pun jadi.

Sudah lebih 50th pakde sam menguasai Papua.. ancamannya kalo ganggu gue nambang, gue bakal support tuh OPM, mau? L Makanya Jokowi waktu kampanye begitu intens ke Papua, karna dia tau Papua itu secara de facto adalah “Negara Bagian USA” papua itu seolah “dipasrahkan” oleh pemimpin kita sebelumnya.. karna keadaan yang sulit dan memaksa harus begitu daripada Papua merdeka. Jokowi mau mengulang kemampuan lobby para pemimpin bangsa yang dulu.. OK lah konsesi tetap lo pegang tapi bagi2nya kasih bagusan dikit. Nanti kalo mau rebut freeport ada saatnya kalo polisi udh gak ada rekening gendut, anggota DPR hidup sederhana, pejabatnya naik bis :D Kalo mau nekat ambil alih freeport yah kita harus rekrut evo morales or hugo chavez mimpin Indonesia dengan resiko kita pake pasport ke Papua.

Jadi, kemerdekaan Indonesia ini bukan jasa para Tentara tapi berkat Diplomasi. Soekarno itu sipil J JAS MERAH: Jangan sekali-kali memalsukan sejarah.. aslinya ini cuma diganti oleh Orde Baru.

Senin, 10 Agustus 2015

Menolak Dibodohi


Ya itulah jawabannya kalau ditanya “Mengapa Saya Ingin Menempuh Pendidikan Hukum?” saya akan jawab dengan lantang “Menolak Dibodohi”. Hukum di Indonesia masih jauh dari keadilan, tidak pandang bulu dan penegakan pun belum jelas. Ya, hukum hanya dijadikan alat untuk memperkuat kekuasaan. Makanya, akan sangat berbahaya jika rakyat tidak mengerti hukum atau politik, terutama anak muda. Itulah mengapa pendidikan sangat penting agar kita para rakyat jelata tidak terus dibodohi, tapi apa kita mau menuai pendidikan? tidak semua, karena kebutuhan ekonomi lebih mendesak sementara pendidikan ada diurutan belakang.

Kalau untuk kebutuhan ekonomi saja masih sulit, bagaimana untuk pendidikan yang sekarang malah kebanyakan berorientasi pada uang. Padahal seharusnya semua orang berhak untuk bisa belajar menjadi pintar sesuai dengan Sila ke-5 “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Beruntung ternyata masih ada yang sadar bahwa pendidikan itu sangat penting, Indonesia Jentera membuka untuk para pembaru hukum dengan beasiswa yang membuktikan bahwa orientasinya bukan uang semacam perusahaan dan saya rasa sudah tidak ada alasan lagi untuk kita tidak mau menempuh pendidikan.

Pendidikan di Indonesia sekarang hanyalah formalitas belaka, terlihat sekali dari banyaknya bocoran Ujian Nasional sampai kasus Ijazah palsu, belakangan ini. Integritas, Loyalitas dan Totalitas sudah dianggap tidak penting karena Formalitas sangat menjanjikan, nilai dan penghargaan yang mudah dimanipulasi jadi status bahwa orang itu cerdas atau tidak. Akhirnya banyak orang lebih memilih untuk menyogok, menipu atau menghalalkan segala cara agar nilai dan penghargaan dia peroleh tanpa kerja keras.

Sistem ekonomi yang kompetitif ini memaksa kita untuk mengganti apapun yang alami, indah dan bebas dengan sesuatu yang efesien, seragam dan ber-uang. Pengacara, Jaksa atau orang yang mengerti hukum lebih memilih menyelesaikan kasus-kasus tidak penting seperti perceraian artis dan semacamnya sedangkan pelanggaran HAM yang hingga hari ini masih sering terjadi di Indonesia diabaikan. 

Semakin saya dewasa, semakin saya bingung melihat dunia yang semakin absurd, realita yang semakin miskin hati, melihat alam dan peradaban diperkosa tanpa malu oleh mesin-mesin berbentuk manusia. Selain menolak dibodohi, berikut saya jelaskan alasan lain mengapa saya ingin menempuh pendidikan hukum.

1.      Motivasi, ya banyak orang yang memotivasi saya untuk menempuh pendidikan hukum. Salah satunya Alm. Munir Said Thalib, dia adalah seorang aktivis HAM. Beliau menggunakan ilmunya untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia dan membela orang-orang yang tertindas. Sampai kapan pun beliau terus dikenang dan beliau terus berlipat ganda karena banyak sekali orang yang termotivasi dengan pergerakannya, termasuk saya.
1.      Pelanggaran HAM, sampai sekarang masih sering terjadi di Indonesia dari Anak yang diterlantarkan orang tuanya sendiri sampai diskriminasi terhadap kaum minoritas yang mengandung unsur SARA. Membuat saya ingin bergerak untuk melakukan sesuatu atau sekedar berteriak bahwa dunia sedang tidak baik-baik saja.
2.      Korupsi, iya kata ini yang selalu menghantui para rakyat jelata. Saya tidak tau bagaimana melawan korupsi yang sampai detik ini masih sering terjadi di pemerintahaan bahkan sekolah. Iya sekolah saya pernah ada kasus korupsi, tahun 2013 murid yang mendapat dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) belum mendapatkan haknya. Sementara sekolah lain sudah sejak 3bulan sebelumnya, akhirnya kita para murid inisiatif untuk mencari bukti dan kita turun kejalan untuk demo, berorasi menuntut hak kita dan turunkan kepala sekolah yang sudah terbukti korupsi. Seminggu sekolah diliburkan, osis rapat dengan guru akhirnya ketika masuk kembali kita sudah mendapat hak kita dan kepala sekolah diganti, senang sekali. Tapi kepala sekolah yang terbukti korupsi tetap menjadi guru dan ketika saya lulus dia sudah bisa berjaya kembali.
3.      Risih, iya semua itu membuat saya risih dan tidak bisa tidur ketika mendengar berita di Indonesia yang semakin membuat saya miris. Nenek yang dituntut 1tahun penjara dan denda 500jt hanya karena mencuri kayu yang tidak seberapa. Tapi sedangkan penguasa atau pengusaha kaya yang anaknya sedang terjerat hukum berat hingga menghilangkan nyawa seseorang bisa bebas begitu saja tanpa proses hukum, iya hukum selalu tajam kebawah dan tumpul keatas.
4.      Minat, saya sekolah jurusan Teknik Komputer dan Jaringan tapi ketika masih sekolah saya masih labil, belum tau jati diri yang sebenarnya akhirnya hanya ikut-ikutan teman. Tapi sekarang saya sadar bahwa minat saya bukan ke IT walau sempat tergiur dengan pekerjaan IT yang katanya enak tapi buat apa kalau saya tidak senang melakukannya, itu hanya membohongi diri saya sendiri. Makanya lebih baik saya melakukan apa yang saya suka atau minat dan saya kembangkan itu mungkin nanti akan ketemu potensi diri saya.

Sekarang saya sangat berminat dengan hukum dan politik, saya jadi sering membaca buku bahkan buku-buku kiri seperti karya Tan Malaka dan Pramoedya Ananta Toer walau boleh dapat gratis via ebook, mulai berkecimpung dengan dunia aktivisme lewat sosial media hingga ikut aksi, dan saya senang melakukannya walau sekarang teman saya sendiri mulai mengomentari “sok pahlawan, ketuaan dan lain sebagainya” Tapi saya tidak peduli dengan itu karena saya tau itu sudah menjadi konsekuensi, belum lagi nanti ketika ada terror atau intimidasi, saya tidak akan takut. Mungkin mereka yang mencibir belum merasakan haknya terampas, jadi mereka mencibir perjuangan orang lain untuk mendapatkan haknya.