Sabtu, 07 Juli 2018

Catatan dan Kutipan dari buku Bumi Manusia by Pramoedya Ananta Toer

Catatan dan kutipan ini diambil dari buku Bumi Manusia, sengaja saya catat dan share karena beberapa saya suka dan setuju. Diambil dari sebuah potongan paragraf dan dialog, sehingga ada kemungkinan keluar dari konteks dan makna keseluruhan. Jadi, jika ada yang merasa tersinggung atau tidak menerima sebaiknya langsung dibaca melalui buku lengkapnya.

------------

Dan di Eropa sana, orang sudah mulai membikin mesin yang lebih kecil dengan tenaga lebih besar.

Berterimakasihlah pada segala yang memberi kehidupan. Sekalipun dia hanya seekor kuda.

Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri.

Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu. 

Tak pernah aku mengadili tanpa tahu duduk perkara.

Kasihan hanya perasaan orang berkemauan baik yang tidak mampu berbuat. Kasihan hanya satu kemewahan atau satu kelemahan. Yang terpuji memang dia yang mampu melakukan kemauan-baiknya. 

Takkan ada perang yang bakal mereka menangkan. Apa arti parang dan tombak di hadapan senapan dan meriam?

Mereka membela apa yang mereka anggap jadi haknya tanpa mengindahkan maut. Semua orang, sampai pun kanak-kanak! Mereka kalah, tapi tetap melawan. Melawan, dengan segala kemampuan dan ketakmampuan. 

Seorang ibu yang bijaksana dan berwibawa memang dibutuhkan oleh setiap anak dan dara cantik tiada bandingan dibutuhkan oleh setiap pemuda.

Memerintah pekerja pun kau tidak bisa karena kau tak bisa memerintah dirimu sendiri. Memerintah diri sendiri kau tak bisa karena kau tak tahu bekerja.

Apa bisa diperoleh dalam hidup ini tanpa bea? Semua harus dibayar atau ditebus, juga sependek-pendek kebahagiaan. 

Manusia yang wajar mesti punya sahabat, persahabatan tanpa pamrih. Tanpa sahabat hidup akan terlalu sunyi.

Hidup bisa memberikan segala pada barang siapa tahu dan pandai menerima.

Anggaplah aku sebagai telornya yang telah jatuh dari petarangan. Pecah. Bukan telor yang salah.

Sedang ayam pun terutama induknya tentu, membela anak-anaknya, terhadap elang dari langit pun.

Kau harus kelihatan cantik. Muka yang kusut dan pakaian yang berantakan juga pencerminan perusahaan yang kusut-berantakan, tak dapat dipercaya.

Perempuan yang tak dapat merawat kecantikan sendiri, kalau aku lelaki, akan kukatakan pada teman-temanku: jangan kawini perempuan semacam itu; dia tak bisa apa-apa, merawat kulitnya sendiri pun tidak kuasa. 

Lagi pula pengakuan itu mempunyai banyak arti di tengah-tengah masyarakatmu sendiri. Kepentinganku sendiri tak perlu orang menilai, asal kalian mendapatkan apa seharusnya jadi hak kalian. 

Sekali dalam hidup orang mesti menentukan sikap. Kalau tidak, dia takkan menjadi apa-apa.

Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biar pengelihatanmu setajam mata elang, pikiranmu setajam pisau cukur, peradabanmu lebih peka dari para dewa, pendengaraanmu dapat menangkap musik dan ratap-tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput. 

Pada setiap awal pertumbuhan, semua hanya meniru. Setiap kita semasa kanak-kanak juga hanya meniru. Tetapi kanak-kanak itu pun akan dewasa, mempunyai perkembangan sendiri.

Apa guna belajar ilmu dan pengetahuan Eropa, bergaul dengan orang-orang Eropa, kalau akhirnya toh harus merangkak, beringsut seperti keong dan menyembah seorang raja kecil yang barangkali butahuruf pula?

Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya. 

Semua lelaki memang kucing berlagak kelinci. Sebagai kelinci dimakannya semua daun, sebagai kucing dimakannya semua daging. 

Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas. Kalau orang tak tahu batas, Tuhan akan memaksanya dengan caraNya sendiri. 

Sahaya hanya ingin jadi manusia bebas, tidak diperintah, tidak memerintah. 

Tempuhlah jalan yang kau anggap terbaik. Hanya jangan sakiti orang tuamu, dan orang yang kau anggap tak tahu segala sesuatu yang kau tahu.

Begini mungkin kodrat perempuan. Dia menderitakan sakit waktu melahirkan, menderita sakit lagi karena tingkahnya. 

Kan baik belum tentu benar, juga belum tentu tepat. Malah bisa salah pada waktu dan tempat yang tidak cocok. 

Kan orang dikenal karena karyanya. Ratusan juta orang di atas bumi ini tidak berkarya yang membikin mereka dikenal, maka tidak dikenal.

Yang jagoan itu adalah nama untuk semangat, sikap, pandangan, yang mengutamakan syarat keilmuan, estetika dan effisiensi.

Pembunuhan karena cemburu soal asmara memang terjadi di seluruh dunia, sisa kehidupan hewani pada tubuh manusia. 

Gadis secantik apa pun takkan menarik kalau sakit.

Kodrat ummat manusia kini dan kemudian ditentukan oleh penguasaannya atas ilmu dan pengetahuan. Semua, pribadi dan bangsa-bangsa akan tumbang tanpa itu. Melawan pada yang berilmu dan pengetahuan adalah menyerahkan diri pada maut dan kehinaan. 

Gamelan itu lebih banyak menyanyikan kerinduan suatu bangsa akan datangnya seorang Messias. Merindukan, tidak mencari dan tidak melahirkan.

Setiap lelaki yang beristri lebih dari seorang pasti seorang penipu, dan menjadi penipu tanpa semau sendiri.

Entah dia pelukis, entah apa, entah pemimpin, entah panglima perang, adalah karena hidupnya disarati dan dilandasi pengalaman-pengalaman besar, intensif: perasaan, batin atau badan.

Tanpa pengalaman besar kebesaran seseorang khayali semata; kebesarannya dibuat karena tiupan orang-orang mataduitan.

Bangun dan sadar, kau, Puspita Surabaya! Apa kau tak tahu? Iskandar Zulkarnain, Napoleon pun akan berlutut memohon kasihmu? Bahwa untuk dapat menyentuh kulitmu mereka akan bersedia mengurbankan seluruh bangsa dan negerinya? Bangun, Puspitaku, karena kehidupan ini merugi tanpa kesaksianmu.

Kau akan berhasil dalam setiap pelajaran, dan kau harus percaya akan berhasil, dan berhasillah kau; anggap semua pelajaran mudah, dan semua akan mudah; jangan takut pada pelajaran apa pun, karena ketakutan itu sendiri kebodohan awal yang akan membodohkan semua.

Suatu masyarakat paling primitif pun, misalnya di jantung Afrika sana, tak pernah duduk di bangku sekolah, tak pernah melihat kitab dalam hidupnya, tak kenal baca-tulis, masih dapat mencintai sastra, walau sastra lisan.

Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.

Lukisan adalah sastra dalam warna-warni. Sastra adalah lukisan dalam bahasa.

Kalau pribumi tak punya nama keluarga memang mereka tidak atau belum membutuhkan, dan itu tidak berarti hina. Kalau Nederland tak punya Prambanan dan Barabudur, jelas pada jamannya Jawa lebih maju daripada Nederland. Kalau Nederland sampai sekarang tak mempunyai, ya, karena memang tidak membutuhkan. 

Tidak setiap orang punya perhatian pada masalah kolonial, sebagaimana tidak setiap orang punya perhatian pada ilmu masak.

Mendapatkan guru baik saja. Tak ada pengetahuan percuma. Hanya rasanya mereka nampak bernafsu melihat aku jadi orang penting karena jasa mereka.

Perang kolonial dalam duapuluhlima tahun belakangan ini tak lain dari pada kehendak modal, kepentingan pasaran buat kelangsungan hidup modal di Eropa sana. Modal telah menjadi begitu kuasanya, maha kuasa. Dia menentukan apa harus dilakukan ummat manusia dewasa ini.

Perang selamanya adu kekuatan dan muslihat untuk keluar sebagai pemenang. 

Tanpa semangat, tak ada api. Keinginan aku punya, hanya keinginan. Tak lebih. Berbahagia, kau, bisa menulis.

Cinta tak lain dari sumber kekuatan tanpa bandingan, bisa mengubah, menghancurkan atau meniadakan, membangun atau menggalang.

Kecantikan mengangkat wanita di atas sesamanya, lebih tinggi, lebih mulia. Tetapi kecantikan, bahkan hidup sendiri menjadi sia-sia bila dikuasai ketakutan.

Jangan hanya ya-ya-ya. Tuan terpelajar, bukan yes-man. Kalau tidak sependapat, katakan. Belum tentu kebenaran ada pada pihakku.

Dalam kehidupan ilmu tak ada kata malu. Orang tidak malu karena salah atau keliru. Kekeliruan dan kesalahan justru akan memperkuat kebenaran, jadi juga membantu penyelidikan. 

Semakin tua kehidupan yang dihadapi semakin majemuk, maka orang harus semakin berani untuk dapat menghadapinya.

Keinginan itu harus disadari. Kalau tidak bisa jadi penyakit. Keinginan tak di sadari memerintah tubuh dengan kejam, tak mengenal ampun. Perasaan dan pikiran dikuasainya, diperintahnya. Kalau tidak disadari orang bertingkah-laku seperti orang sakit, bisa kacau.

Suatu perkara bisa jadi akibat perbuatan sendiri, juga tak jarang suatu kecelakaan belaka, yang bisa menimpa setiap orang; tak ada orang dapat mengira-ngirakan kapan kecelakaan bakal terjadi.

Memang begitu kehidupan kolonial di mana saja: Asia, Afrika, Amerika, Australia. Semua yang tidak Eropa, lebih-lebih tidak kolonial, diinjak, ditertawakan, dihina, hanya untuk berpamer tentang keunggulan Eropa dan keperkasaan kolonial, dalam segala---juga kejahilannya.

Mereka yang merintis ke Hindia ini, mereka hanya petualang dan orang tidak laku di Eropa sana. Disini mereka berlagak lebih Eropa. Sampah itu.

Apa yang kurasakan sekarang ini, perasaan rendah begini, adalah yang nenek-moyangku menamai nelangsa. Perasaan sebatang kara di tengah sesamanya yang sudah menjadi lain daripada dirinya, di mana panas matari ditanggung semua orang, tapi panas hati ditanggung seorang diri. Jalan yang terbuka hanya ke hati mereka yang senasib, senilai, seikatan, sepenanggungan.

Tunjukan pada dunia kau tidak gentar menghadapai mata setan pun. Biar kau jadi seperti yang lain-lain. Tak banyak yang dipinta mereka, hanya kembali jadi bagian mereka.

Pekerjaan pendidikan dan pengajaran tak lain dari usaha kemanusiaan. Kalau seorang murid di luar sekolah telah menjadi pribadi berkemanusiaan, kemanusiaan sebagai faham, sebagai sikap, semestinya kita berterimakasih dan bersyukur, sekalipun saham kita terlalu amat kecil dalam pembentukan itu.

Ternyata semakin banyak bergaul semakin banyak pola persoalan, yang sebelumnya tak pernah kubayangkan ada, kini bermunculan seperti cendawan.

Jangan lari dari persoalanmu sendiri, karena itu adalah hakmu sebagai jantan. Rebut bunga kecantikan, karena mereka disediakan untuk dia yang jantan. Juga jangan jadi kriminil dalam percintaan, yang menaklukan wanita dengan gemerincing ringgit, kilau harta dan pangkat. Lelaki belakangan ini adalah juga kriminil, sedang perempuan yang tertaklukkan hanya pelacur.

Haruan, perasaan manusia yang murni, airmata. Juga haruan adalah kesakitan, nyeri pada pedalaman, karena orang bertemu dengan kelahirannya sendiri sebagai manusia, telanjang bulat dari segala keseakanan dan peradaban.

Kalau kau masih Jawa, kau akan selalu bisa menulis Jawa. Kau menulis Belanda, karena kau sudah tak mau jadi Jawa lagi. Kau menulis untuk orang Belanda. Mengapa kau indahkan benar mereka? Mereka juga minum dan makan dari bumi Jawa. Kau sendiri tidak makan dan minum dari bumi Belanda.

Syarat satria Jawa: Wisma, wanita, turangga, kukila dan curiga. (Rumah, wanita, kuda, burung dan keris).
Wisma; Tanpa rumah orang tak mungkin satria. Orang hanya gelandangan. Rumah tempat seorang satria bertolak, tempat dia kembali. Rumah bukan sekedar alamat, dia tempat kepercayaan sesama pada yang meninggali.
Wanita; Wanita adalah lambang kehidupan dan penghidupan, kesuburan, kemakmuran, kesejahteraan. Dia bukan sekedar istri untuk suami. Wanita sumbu pada semua, penghidupan dan kehidupan berputar dan berasal. 
Turangga; Kuda itu, dia alat yang dapat membawa kau kemana-mana: ilmu, pengetahuan, kemampuan, ketrampilan kebisaan, keahlian dan akhirnya-- kemajuan. Tanpanya, takkan jauh langkahmu, pendek pengelihatanmu.
Kukila; burung itu, lambang keindahan, kelangenan (Hobby), segala yang tak punya hubungan dengan penghidupan, hanya dengan kepuasan batin pribadi. Tanpa itu orang hanya sebongkah batu tanpa semangat. 
Curiga; keris itu, lambang kewaspadaan, kesiagaan, keperwiraan, alat untuk mempertahankan yang empat sebelumnya. Tanpa keris yang empat akan bubar binasa bila mendapat gangguan. 

Seluruh dunia kini dapat mengawasi tingkah-laku seseorang. Dan orang dapat mengawasi tingkah-laku seluruh dunia.

Kalau soal hukum, orang tak perlu mengubah perasaan atau airmuka. Walhasil sama saja, apa orang tertawa, berjingkrak atau menangis meraung-raung. Dia tetap yang menentukan, hukum itu.

Omongkosong saja segala ilmu-pengetahuan Eropa yang diagung-agungkan itu. Omongkosong! Pada akhirnya semua akan berarti alat hanya untuk merampasi segala apa yang kami sayangi dan kami punyai: kehormatan, keringat, hak, bahkan juga anak dan istri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar